KATA PENGANTAR
بسم الله الر حمن الر حيم
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah
SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga penyusunan tugas ini dapat diselesaikan.
Tugas ini disusun untuk diajukan sebagai tugas
mata kuliah Hukum Perdata Islam Di Indonesia dengan judul “Wasiat ”.
Demikianlah tugas ini disusun semoga
bermanfaat,dan agar dapat memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam Di
Indonesia.
Makassar, April 2015
USMAN
PALA
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat
indonesia memiliki aneka ragam suku bangsa, adat-istiadat dan agama, serta
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan potensi terhadap adanya
keaneka ragaman hukum. Oleh karena itu, indonesia memiliki sistem hukum yang
bersifat majemuk yang didalamnya berlaku berbagai sistem hukum mempunyai corak
dan susunan sendiri, yaitu sistem hukum adat, sistem hukum islam, sistem
hukum barat (perdata).
Menjadi dasar pikiran dalam ilmu
pengetahuan hukum perdata barat bahwa setiap manusia itu merupakan orang
pembawa hak, sebagai pembawa hak padanya dapat diberikan hak (dapat menerima
warisan, menerima hibah mutlak dan sebagainya) dan dapat dilimpahkan kewajiban.
Seorang manusia selaku anggota masyarakat
selama masih hidup, mempunyai tempat dalam masyarakat dengan disertai berbagai
hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap orang-orang anggota lain dari
masyarakat itu terhadap barang-barang yang berada dalam masyarakat itu.
Jadi apabila seseorang pada suatu
saat karena usianya yang sudah uzur, atau karena mengalami kejadian sesuatu,
misalnya terjadi kecelakaan, terserang penyakit dan lain-lain, seorang itu
meninggal dunia, maka apakah yang terjadi dengan perhubungan-hubungan hukum
tadi, yang mungkin sekali sangat erat sifatnya pada waktu manusia itu masih
hidup.
Namun demikian walaupun seseorang
yang meninggal dunia tadi sudah dimakamkan, perhubungan-perhubungan hukum itu
tidaklah lenyap begitu saja melainkan beralih kepada orang lain yang ditinggalkan.
Seorang pemilik kekayaan sering mempunyai keinginan, supaya harta kekayaan
dikemudian hari, setelah wafat, akan diperlakukan menurut ketentuan yang telah
ditentukan sebelumnya.
Lebih-lebih keinginan ini akan
terasa, apabila ketentuan tersebut dilaksanakan, sama sekali cocok dengan
keinginannya. Dan lagi kemauan terakhir dari
siwafat ini adalah pantas dihormati.
Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum
kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan
kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya
seseorang, tentu masalah ini diatur dalam hukum waris.
Bagi orang yang waras dan sehat
pikirannya mempunyai hak membuat surat wasiat, namun tidak semua surat wasiat
yang dibuat dapat dilaksanakan, ada kalanya surat wasiat itu tidak dapat
dilaksanakan karena bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam
KUHPerdata.
B.
Rumusan Masalah
1)
Apa Pengertian Wasiat...?
2)
Bagaimana Landasan Hukum Wasiat Dalam Al
Quran Dan Hadist
3)
Bagaimana Rukun dan Syarat Wasiat
4)
Bagaimana Tentang Permasalahan Wasiat.
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Wasiat, Hukum dan Dasar Hukum Wasiat
1. Pengertian
Wasiat
Kata wasiat (washiyah) diambil dari kata washshaitu asy-syaia, uushiihi, artinya aushaltuhu (aku
menyampaikan sesuatu). Maka muushii (orang yang berwasiat) adalah orang yang menyampaikan pesan diwaktu dia hidup untuk dilaksanakan sesudah dia mati (Sayyid Sabiq, 1987 : 230).
menyampaikan sesuatu). Maka muushii (orang yang berwasiat) adalah orang yang menyampaikan pesan diwaktu dia hidup untuk dilaksanakan sesudah dia mati (Sayyid Sabiq, 1987 : 230).
Menurut Amir Syarifuddin secara
sederhana wasiat diartikan dengan: “ penyerahan harta kepada pihak lain yang
secara efektif berlaku setelah mati pemiliknya “.
Menurut istilah syara’ wasiat adalah
pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang ataupun
manfaaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat sesudah orang yang
berwasiat mati (Sayyid Sabiq, 1987 : 230).
Menurut Hukum Islam pasal 171 huruf f wasiat adalah
pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan
berlaku setelah pewaris meninggal dunia (Elimartati, 2010 : 59).
Wasiat adalah amanah yang diberikan
seseorang menjelang ajalnya atau dia membuat dan berwasiat dalam keadaan sedang
tidak sehat, artinya bukan ketika menjelang ajal. Wasiat dapat dipandang
sebagai bentuk keinginan pemberi wasiat yang ditumpahkan kepada orang yang
diberi wasiat. Oleh karena itu, tidak semua wasiat itu berbentuk harta.
Adakalanya wasiat itu berbentuk nasihat, petunjuk perihal tertentu, rahasia
orang yang memberi wasiat, dan sebagainya (Beni Ahmad Saebani, 2009 : 343).
Dari berbagai definisi tersebut
dapat di jelaskan bahwa wasiat adalah pemberian seseorang pewaris kepada orang
lain selain ahli waris yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
2. Hukum Wasiat
Menurut Sayyid sabiq, hukum wasiat
itu ada beberapa macam yaitu :
a) Wajib
Wasiat itu wajib dalam keadaan jika
manusia mempunyai kewajiban syara’ yang dikhawatirkan akan disia-siakan bila
dia tidak berwasiat, seperti adanya titipan, hutang kepada Allah dan hutang
kepada manusia. Misalnya dia mempunyai kewajiban zakat yang belum ditunaikan,
atau haji yang belum dilaksanakan, atau amanat yang harus disampaikan, atau dia
mempunyai hutang yang tidak diketahui sselain dirinya, atau dia mempunyai
titipan yang tidak dipersaksikan.
b) Sunah
Wasiat itu disunatkan bila
diperuntukkan bagi kebajikan, karib kerabat, orang-orang fakir dan orang-orang
saleh.
c) Haram
Wasiat itu diharamkan jika ia
merugikan ahli waris. Wasiat yang maksudnya merugikan ahli waris seperti ini
adalah batil, sekalipun wasiat itu mencapai sepertiga harta. Diharamkan juga
mewasiatkan khamar, membangun gereja, atau tempat hiburan.
d) Makruh
Wasiat itu makruh jika orang yang
berwasiat sedikit harta, sedang dia mempunyai seorang atau banyak ahli waris
yang membutuhkan hartanya. Demikian pula dimakruhkan wasiat kepada orang yang
fasik jika diketahui atau diduga keras bahwa mereka akan menggunakan harta itu
di dalam kefasikan dan kerusakan.
e) Jaiz
Wasiat diperbolehkan bila ia
ditujukan kepada orang yang kaya, baik orang yang diwasiati itu kerabat ataupun
orang jauh (bukan kerabat).
3. Dasar Hukum
Wasiat
a) Al-Qur’an
Q.S Al-Baqarah ayat 180 :
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إذَا حَضَرَ
أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّة لِلْوَالِدَيْنِ
وَالأقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِ حَقَّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ
“Diwajibkan atas kamu,
apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya
secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban
atas orang-orang yang bertakwa”.
b) Hadits
وَعَنْ أَبِي أُمَامَةَ اَلْبَاهِلِيِّ رضي الله عنه سَمِعْتُ رَسُولَ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : ( إِنَّ اَللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي
حَقٍّ حَقَّهُ , فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ ,
وَالْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ , وَحَسَّنَهُ أَحْمَدُ وَاَلتِّرْمِذِيُّ ,
وَقَوَّاهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ , وَابْنُ اَلْجَارُودِ
Abu Umamah al-Bahily
Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah telah memberi hak kepada tiap-tiap
yang berhak dan tidak ada wasiat untuk ahli waris." Riwayat Ahmad dan Imam
Empat kecuali Nasa'i. Hadits hasah menurut Ahmad dan Tirmidzi, dan dikuatkan
oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu al-Jarud
(Bulughul Maram digital, 2008 : 987)
وَرَوَى ابْنُ مَا جَةَ عَنْ جَا بِرٍ
قَا لَ : قَا لَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ مَا تَ عَلَى وَصِيَّةٍ
مَا تَ عَلَى سَبِيْلٍ وَسُنَّةٍ و مَا تَ عَلَى تَقِىٍّ وَشَهَا دَةٍ وَمَا تَ
مَغْفُوْرًا لَه
Diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dari Jabir, dia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW : “ barang siapa
yang mati dalam keadaan berwasiat, maka
dia telah mati di jalan Allah dan Sunnah, mati dalam keadaan taqwa dan syahid,
dan dia mati dalam keadaan diampuni dosanya.”
(Sayyid Sabiq, 1987 : 232)
c) Ijma’
Kaum muslimin sepakat bahwa tindakan
wasiat merupakan syariat Allah dan RasulNya. Ijma’ didasarkan pada ayat-ayat
Al-Qur’an dan Hadits.
B. Rukun, dan
Syarat Wasiat
1. Rukun wasiat
Menurut Sayyid Sabiq rukun wasiat
itu adalah dari orang yang mewasiatkan.Menurut Ibnu Rusyd wasiat ada 4 yaitu :
orang yang berwasiat, orang yang menerima wasiat, barang yang diwasiatkan, dan
sighat (Elimartati, 2010 : 61).
2. Syarat
wasiat
a) Syarat orang
yang berwasiat
Menurut Sayyid Sabiq diisyaratkan
agar orang yang memberi wasiat itu adalah orang yang ahli kebaikan, yaitu orang
yang mempunyai kompetensi (kecakapan) yang sah.
b) Syarat orang
yang menerima wasiat
Dia bukan
ahli waris dari orang yang berwasiat.
Orang yang
diberi wasiat disyaratkan ada dan benar-benar ada disaat wasiat dilaksanakan
baik ada secara nyata maupun secara perkiraan, seperti berwasiat kepada anak
dalam kandugan, maka kandungan itu harus ada diwaktu wasiat diterima.
Orang yang
diberi wasiat bukan lah orang yang membunuh orang yang memberi wasiat.
c) Syarat benda
yang diwasiatkan
Pada dasarnya benda yang menjadi
objek wasiat adalah benda-benda atau
manfaat yang bisa dimiliki dan dapat digunakan untuk kepentingan manusia secara
positif (Elimartati, 2010 : 64).
Menurut pasal 194 Kompilasi Hukum
Islam menentukan bahwa harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari
pewaris (ayat 2) (Abdul Shomad, 2010 : 355).
Menurut Amir Syrifuddin harta yang
diwasiatkan itu tidak boleh melebihi sepertiga dari harta yang dimiliki oleh
pewasiat (Amir Syarifuddin, 2010 : 237).
Menurut pasal 195 bahwa wasiat hanya
diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila
semua ahli waris menyetujuinya (pasal 195 ayat 2). Pernyataan persetujuan
dibuat secara lisan dihadapan dua orang saksi atau tertulis dihadapan dua orang
saksi atau dihadapan notaris (pasal195
ayat 4). Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan, sedangkan ahli
waris ada yang tidak menyetujuinya maka wasiat hanya dilaksanakan sampai batas
sepertiga harta warisan (Abdul Shomad, 2010 : 356).
C. Permasalahan
Tentang Wasiat
1. Yang tidak
boleh menerima Wasiat
Dari uraian yang terdahulu bahwa
yang boleh menerima wasiat adalah orang-orang yang tidak menjadi ahli waris.
Jadi intinya orang yang telah menjadi ahli waris tidak berhak untuk menerima
wasiat karena wasiat itu hanya diperuntukkan kepada selain orang yang menjadi
ahli waris.
Rincian tentang yang tidak boleh menerima wasiat
dijelaskan dalam KHI pasal 207 dan 208. Pasal 207 “ wasiat tidak diperbolehkan
kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang dan kepada orang
yang memberi tuntunan kerohanian sewaktu ia menderita sakit hingga
meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas
jasanya”. Pasal 208 “ wasiat tidak berlaku bagi notaris dan saksi-saksi pembuat
akta tersebut. Peraturan tersebut di atas dimaksudkan agar tidak terjadi
penyimpangan dalampelaksanaan wasiat, mengingat orang-orang yang disebut dalam
pasal 207, 208 tersebut terlihat langsung dalam kegiatan wasiat tersebut
(Elimartati, 2010 : 67).
2. Batalnya
wasiat
Menurut Sayyid Sabiq wasiat itu
batal dengan hilangnya salah satu syarat dari syarat yang ada pada wasiat,
misalnya sebagai berikut :
a) Bila orang
yang berwasiat itu menderita penyakit gila yang parah yang menyampaikannya pda
kematian.
b) Bila orang
yang diberi wasiat mati sebelum orang yang memberi wasiat itu mati.
c) Bila yang
diwasiatkan itu barang tertentu yang rusak sebelum diterima oleh orang yang
diberi wasiat.
Menurut KHI pada pasal 197 :
(1) Wasiat menjadi batal apabila calon penerima
wasiat berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
dihukum karena :
a.
Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada
pewasiat.
b.
Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan bahwa pewasiat telah melakukan
suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau hukuman
yang lebih berat.
c.
Dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat
atau mencabut atau mengubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat.
d.
Dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dari
pewasiat.
(2) Wasiat itu menjadi batal apabila
orang yang ditunjuk untuk menerima
wasiat itu :
a. Tidak
mengetahuui adanya wasiat tersebut sampai ia meninggal dunia sebelum
meninggalnya sipewasiat.
b. Mengetahui
adanya wasiat tersebut, tetapi ia meolak untuk menerimanya.
c. Mengetahui
adanya wasiat itu tetapi tidak pernah mengatakan menerima atau menolak sampai
ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.
(3) Wasiat menjadi batal apabila barang
yang diwasiatkan musnah.
3. Pencabutan wasiat
Pencabutan wasiat diatur dalam pasal 199 KHI yang
berbunyi :
1) Pewasiat
dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum mengatakan
persetujuannya atau mengatakan persetujuannya tetapi kemudian menarik kembali.
2) Pencabutan
wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau
bebrdasarkan akte notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.
3) Bila wasiat
dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengna cara tertulis dengan
disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte notaris.
4) Bila wasiat
dibuat berdasarkan akte notaris, maka hanya dapat dicabut berdasarkan akte
notaris.
Apabila wasiat yang telah
dilaksanakan itu dicabut, maka surat wasiat yang dicabut diserahkan kembali
kepada pewasiat sebagaimana diatur dalam pasal 203 ayat (2) KHI (Elimartati, 2010 : 69-70).
4. Wasiat wajibah
Wasiat wajibah adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa atau
hakim sebagai aparat Negara untuk memaksa atau memberi putusan wajib wasiat
bagi orang yang telah meninggal yang diberikan kepada orang tertentu dalam
keadaan tertentu (Elimartati, 2010 : 70).
Orang-orang yang mendapat wasiat
wajibah adalah cucu-cucu yang orang tuanya telah mati mendahului atau
berbarengan dengan pewaris. Mereka diberi wasiat wajibah sebesar bagian orang
tuanya dengan ketentuan tidak melebihi dari 1/3 peninggalan. Oleh karena besar
kecilnya bagian orang tuanya itu tergantung dengan sedikit atau banyaknya
saudara orang tuanya, maka ada kemungkinan bahwa bagian orang tuanya 1/5, 1/4,
1/3 atau 1/2 peninggalan, kelebihannya itu harus dikembalikan kepada ahli
waris. Walaupun cucu tersebut dapat menduduki kedudukan orang tuanya dalam
memperoleh harta warisan, namun jumlah yang diterimanya itu bukan semata-mata
berdasarkan memusakai (dengan fardh atau ushubah), tetapi berdasarkan wasiat
wajibah. Oleh karena itu, memberikan bagiannya harus didahulukan daripada
memberikan bagian kepada ahli waris (Abdul Shomad, 2010 : 365).
Dasar hukum penentuan wasiat wajibah
adalah kompromi dari pendapat-pendapat ulama salaf dan khalaf yang menurut
Fathur Rahman adalah :
Tergantung kewajiban berwasiat kepada kerabat, kerabat
yang tidak dapat menerima pusaka ialah diambil dari pendapat-pendapat fuqaha’
dan Tabi’in besar ahli fiqih dan ahli
hadits antara lain Sain bin Musayyad, Hasan Al-Basyri, Thawus, Ahmad Ishak bin
Rahawib dan Ibnu Hazmin.
Pemberian sebagian harta simati
kepada kerabat-kerabat yang tidak dapat menerima pusaka yang berfungsi wasiat
wajibah, bila simati tdak berwasiat adalah diambil dari pendapat mazhab Ibnu
Hazmin yang dinukilkan dari fuqaha’, tabi’in dan pendapat Ahmad.
Pengkhususan kerabat-kerabat yang
tidak menerima pusaka kepada cucu dan pembatasan penerimaan sebesar 1/3
peninggalan adalah didasarkan kepada Ibnu hanzim, dan kaedah yang berbunyi “ pemegang kekuasaan mempunyai wewenang
perkara mubah karena ia berpendapat bahwa hal itu membawa kemaslahatan umum.
Bila penguasa memrintahkan demikian wajiblah ditaati”.
5. Ketentuan
Teknis
Dalam KHI juga diatur beberapa
ketentuan teknis untuk mengantisipasi dan menyelesaikan masalah yang timbul,
antara lain pasal 204 yang menyebutkan :
Jika pewasiat meninggal dunia maka surat wasiat yang
tertutup dan disimpan pada notaris, dibuka olehnya dihadapan ahli waris,
disaksikan dua orang saksi dan dengan membuat berita acara pembukaan surat
wasiat tersebut.
Jika surat wasiat yang tertutup
disimpan bukan pada notaris maka penyimpan harus menyerahkan kepada notaris setempat
dan selanjutnya notaris atau kantor urusan agama membuka sebagaimana ditentukan
dalam ayat (1) pasal ini.
Setelah semua isi serta maksud surat
wasiat itu diketahui maka oleh notaris atau kantor urusan agama diserahkan
kepada penerima wasiat guna menyelesaikan wasiat guna penyelesaian selanjutnya.
Pasal 205 menyatakan dalam waktu
perang, para anggota tentara dan mereka yang termasuk dalam golongan tentara
dan berada dalam daerah pertempuran atau yang berada disuatu tempat yang ada
dalam kepungan musuh, dibolehkan membuat surat wasiat dihadapan seorang
komandan atasannya dengan dhadirkan oleh dua orang saksi.
Pasal 206 mengatur orang yang sedang
dalam perjalanan melalui laut dibolehkan membuat surat wasiat di hadapan
nahkoda atau mualim kapal jika pejabat tersebut tidak ada maka dibuat dihadapan
seorang penggantinya dengan dihadiri dua orang saksi.
D. Membedakan
Wasiat dengan Wasiat Wajibah
No
|
Perbedaan
|
Wasiat biasa
|
Wasiat wajibah
|
1
|
Dari segi yang orang menerima wasiat.
|
Orang lain
selain orang yang menjadi ahli waris.
|
Diberikan
kepada anak angkat yang tidak mendapat wasiat biasa.
Cucu laki-laki maupun cucu perempuan yang
orang tuanya mati mendahului atau bersama-sama kakek atau neneknya
(pewasiat).
|
2
|
Dari segi
hukum
|
sunah
|
wajib
|
III
PENUTUP
Dari
pembahasan tersebut diatas tentu kita dapat mengetahui bahwa wasiat merupakan
pesan seseorang kepada orang lain baik berkaitan dengan harta peninggalan
maupun tanggungjawab untuk bisa dilaksanakan setelah pemberi wasiat meninggal
dunia. Adapun hukum dari wasiat sendiri fleksibel atau lentur, yaitu dengan
melihat situasi dan kondisi yang ada di lingkungan wasiat itu sendiri. Dan yang
jelas dengan pengetahuan mengenai wasiat yang notabene merupakan bagian sedekah,
kita akan lebih mudah dalam mengaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Saya selaku penulis, tentu banyak
kesalahan dalam penulisan maupun pemahaman, mohon bagi pembaca untuk dapat
memberi masukan kepada saya demi untuk memperbaiki kekurangan dan mencapai
sebuah kebenaran, terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Elimartati, 2010. Hukum
Perdata Islam di Indonesia. Batusangkar : STAIN Batusangkar Press.
Abdul Shomad, 2010.
Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.
Sayyid Sabiq,1987.
Fiqih Sunnah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar