MUDHARABAH
OLEH :
Besse Fatimah BungaCina
051 2013 0006
PRODI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2014
I
PENDAHULUAN
A.
Latar BelakangMasalah
Akad mudharabah
merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syari’ah.
Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun
2008 Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19
UUPS menyebutkan, bahwa salah satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan
syari’ah adalah akad mudharabah. Selain itu bank Indonesisa juga
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang
Prinsip Syari’ah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta
Pelayanan Jasa Bank Syari’ah, juga menyebutkan mudharabah adalah salah
satu akad pembiayaan yang ada didalam perbankan syari’ah.
Akad Mudharabah
adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal, dengan ketentuan bahwa
keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Didalam
pembiayaan mudharabah pemilik dana (Shahibul Maal) membiayai
sepenuhnya suatu usaha tertentu. Sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola
usaha (Mudharib). Pada prinsipnya akad mudharabah diperbolehkan
dalam agama Islam, karena untuk saling membantu antara pemilik modal dengan
seorang yang pakar dalam mengelola uang. Dalam sejarah Islam banyak pemilik modal
yang tidak memiliki keahlian dalam mengelola uangnya. Sementara itu banyak pula
para pakar dalam perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Oleh
karena itu, atas dasar saling tolong menolong, Islam memberikan kesempatan
untuk saling berkerja sama antara pemilik modal dengan orang yang terampil
dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu.
Akad mudharabah
berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada perbankan pada umumnya (perbankan
konvensional). Perbankan konvensional pada umumya menawarkan pembiayaan dengan
menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian modal yang telah digunakan mudharib
dalam jangka waktu tertentu. Namun Akad mudharabah tidak menentukan suku
bunga tertentu pada mudharib yang menggunakan pembiayaan mudharabah,
melainkan mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan yang
diperoleh mudharib.
Pembiayaan mudharabah
pada dasarnya diperuntukan untuk jenis usaha tertentu atau bisnis tertentu.
Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan mencoba membahas tentang mudharabah
ini serta permasalahan yang ada didalamnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
BagaimanaPengertian Mudharabah ?
2.
BagaimanaDasar Hukum Mudharabah ?
3.
BagaimanaSyarat dan Rukun
Mudharabah ?
4.
BagaimanaJenisdanHikmahMudharabah ?
5.
BagaimanaAsas-asas Perjanjian
Mudharabah ?
6.
Apapenyebabbatalnya Mudharabah ?
C.
Tujuan
1.
MengetahuiPengertian Mudharabah
2.
MengetahuiDasar Hukum Mudharabah
3.
MengetahuiSyarat dan Rukun
Mudharabah
4.
MengetahuiJenisdanHikmah Mudharabah
5.
MengetahuiAsas-asas Perjanjian
Mudharabah
6.
Mengetahuipenyebabbatalnya Mudharabah ?
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah bahasa penduduk Irak dan qiradh atau muqaradhah bahasabpenduduk Hijaz.[1]Namun,
pengertianqiradhdanmudhaharahadalahsatumakna.[2]
Mudharabahberasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha, artinya berjalan di bumi untuk
mencari karunia Allah yaitu rezeki. Sebagaimanafirman Allah :
وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الأرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
Dan yang lainnya, bepergian di
mukabumimencarikarunia Allah (Q.S. Al-Muzammil : 20)
Mudharabah adalah salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan
seorang pakar dalam berdagang, di dalam fiqh Islam di sebut dengan Mudharabah
oleh ulama fiqh Hijaz menyebutkan dengan qiradyang berarti al-qat’ (potongan).
Pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh
sebagian keuntungannya. Maksudnya, akad antara kedua belah pihak untuk salah
seorangnya (salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya
untuk diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan. Mudharabah
berasal dari akar kata dharaba pada kalimat al-dharb fi al ardh,
yaitu bepergian untuk urusan dagang. Abdurrahman al-Jaziri mengatakan, Mudharabah menurut
bahasa berarti ungkapan pemberian harta dari seseorang kepada orang lain
sebagai modal usaha di mana keuntungan yang diperoleh dibagi diantara mereka
berdua, dan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal.
Sedangkan menurut
istilah syara’, Mudharabah merupakan akad antara dua pihak
untuk bekerja sama dalam usaha perdagangan dimana salah satu pihak memberikan
dana kepada pihak lain sebagai modal usaha dan keuntungan dari usaha itu akan
dibagi di antara mereka berdua sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
bersama.
Secara terminologi,
para ulama fiqh mendefinisikan Mudharabah atau qiradh dengan :
أَنْ يَدْ فَعٍ اَلْمَا لِكُ اِلَى الْعَامِلُ مَالًايَتَجَرَ فِيْهِ وَيَكُوْنُ الَّربْحُ مُشْتَرِكًا
Pemilik modal
menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan oleh
pemilik modal, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi
menurut kesepakatan bersama.
Secara teknis, al-Mudharabah
adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib
al-mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu tidak disebabkan oleh kelalaian si pengelola. Namun,
apabila kerugian itu disebabkan kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si
pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
B.
Dasar Hukum Mudharabah
1.
Al-Qur’an
Akad mudharabah dibolehkan (mubah) dalam Islam, karena
bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam
memutarkan uang. Banyak diantara pemilik modal yang tidak pakar dalam mengelola
dan memproduktifkan uangnya, sementara itu banyak pula para pakar di bidang
perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Atas dasar tolong
menolong dalam pengelolaan modal tersebut, Islam memberikan kesempatan untuk
saling bekerja sama antara pemilik modal dengan seseorang yang terampil dalam
mengelola dan memproduktifkan modal tersebut.
Pada masa jahiliyyah qirad telah dilaksanakan, kemudian
dilanjutkan oleh generasi berikutnya yaitu agama Islam. Timbulnya qirad karena
menjadi kenyataan hajat bagi setiap manusia. Qirad ini memberikan
nilai tambah antara keduanya yang mengandung sifat tolong menolong, karena
orang yang mempunyai modal tetapi tidak pandai berdagang, atau tidak
berkesempatan, sedangkan yang lain pandai dan cakap lagi mempunyai waktu yang
cukup, tetapi tidak mempunyai modal, maka keduanya bisa saling mengisi demi
kemajuan bersama.
Qiradh benar-benar diakui keberadaannya di dalam hukum Islam (Syariat Islam)
berdasarkan dalil naqly baik berupa nash maupun berdasarkan hadis Nabi Muhammad
saw. Dalil naqly tersebut sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu kepada Allah dan
tinggalkanlah (jangan pungut) apa pun bentuk riba yang masih ada, jika kamu
benar beriman kepada-Nya. Jika kamu tidak mau meninggalkannya, maka ketahuilah
bahwa Allah dan Rosul-Nya akan menerangimu. Tapi, jika kamu tobat (kembali
kepada ajaran Allah), maka kamu boleh menerima modalmu,
sehingga kamu tidak menganiaya si peminjam dan kamu tidak pula dianiayanya”.
(QS. Al-Baqarah: 278-279).
Ayat Al-Qur’an lain yang secara umum mengandung kebolehan akad Mudharabah
untuk bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah di atas bumi adalah :
“Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari
Allah”. (QS. Al-Muzammil:
20).
Maksud dari QS. Al-muzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama
dengan akar kata Mudharabah yang berarti melakuakn suatu perjalanan usaha.
“Tidak ada dosa (halangan) bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perdagangan) dari Tuhanmu”. (QS.
Al-Baqarah: 198).
2. Hadis
Sebelum Rasulullah diangkat menjadi Rasul, Rasulullah pernah
melakukan Mudharabah dengan Khadijah, dengan modal dari Khadijah. Beliau pergi
ke Syam dengan membawa modal tersebut untuk diperdagangkan.
قَالَ رَسُوُّلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ الْبَيْعُ إِلىَ اَجَلٍ وَاْلمقَارَضَةُ وَاَخْلاَطُ الْبُرِّ بِاالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَلِلْبَيْعِ
قَالَ رَسُوُّلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ الْبَيْعُ إِلىَ اَجَلٍ وَاْلمقَارَضَةُ وَاَخْلاَطُ الْبُرِّ بِاالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَلِلْبَيْعِ
Rasulullah saw bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkahan, yaitu jual beli secara tangguh, muqaradhah (bagi hasil) dan
mencampur gandum putih dengan gandum merah untuk keperluan rumah bukan untuk
dijual.”
كَانَ سَيِّدِنَا الْعَبَّاسُ بْنِ عَبْدِاْلمُطَلِّبِ اِذَا دَفَعَ الْمَالَ مُضَارَبَةً اِشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِ اَنْ لَا يَسْلُكَ بِهِ بَحْرًا, وَلَا يَنْزِلَ بِهِ وَادِيًا وَلَا يَشْتَرِيَ بِهِ دَابَّةً ذَاتَ كَبِدٍ رَطْبَةٍ فَإِ نْ فَعَلَ ذَلِكَ ضَمِنَ فَبَلَغَ شَرْتُهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَا‘لِهِ وَ سَلَّم فَأَ جَازُهُ
“Abbas bin Abdul Muthallib jika
menyerahkan harta sebagai Mudharabah, ia mensyaratkan kepada
mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta
tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus
menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu
didengar Rasulullah, beliau membenarkannya”(HR. Thabrani dari Ibnu
Abbas).
3.
Ijma’
Ibnu Syihab pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Humaid dari bapaknya dari
kakeknya: “Bahwa Umar bin Khattab pernah memberikan harta anak yatim dengan
cara Mudharabah. Kemudian Umar meminta bagian dari harta tersebut lalu dia
mendapatkan (bagian). Kemudian bagian tadi dibagikan kepadanya oleh Al-Fadhal.
”Ibnu Qadamah dalam kitab Al-Mughni dari malik bin Ila’ bin Abdurrahman dari
bapaknya: “Bahwa Utsman telah melakukan qirad (Mudharabah)”. Semua riwayat tadi
didengarkan dan dilihat oleh sahabat sementara tidak ada satu orang pun
mengingkari dan menolaknya, maka hal itu merupakan ijma’ mereka tentang
kemubahan Mudharabah ini.
C.
Rukundan SyaratMudharabah
1.
Pemilikbarang yang menyerahkanbarang-barangnya
2.
Orang yang bekerja, yaitu yang mengelolabarang yang
diterimadaripemilikbarang
3.
Aqadmudharabah, dilakukanolehpemilikdenganpengelolabarang
4.
Mal, yaituHartapokok atau Modal
a. Modal harus dinyatakan
dengan jelas jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang, maka barang tersebut
harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya).
b. Modal harus dalam
bentuk tunai dan bukan piutang.
c. Modal harus diserahkan
kepada mudharib, untuk memungkinkannya melakukan usaha.
7.
Amal, yaitupekerjaanpengelolaanhartasehinggamenghasilkanlaba,
8.
Keuntungan.
a. Pembagian keuntungan
harus dinyatakan dalam prosentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan
nanti. Keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik modal harus jelas
prosentasinya.
b. Kesepakatan rasio
prosentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
c. Pembagian keuntungan
baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh atau sebagian modal
kepada shahib al-mal.
Menurut madzhab
Hanafiyah rukun Mudharabah adalah ucapan tanda penyerahan dari pihak
yang menyerahkan dalam suatu perjanjian (ijab) dan ucapan tanda setuju (terima)
dari pihak yang menerima dalam suatu akad perjanjian atau kontrak (qabul), jika
pemilik modal dengan pengelola modal telah melafalkan ijab qabul, maka akad itu
telah memenuhi rukunnya dan sah.
Sedangkan menurut
jumhur ulama’ ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1)
Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola
dana/pengusaha/mudharib); Keduanya hendaklah orang berakal dan sudah baligh
(berumur 15 tahun) dan bukan orang yang dipaksa. Keduanya juga harus memiliki
kemampuan untuk diwakili dan mewakili.
2)
Materi yang diperjanjikan atau objek yang diakadkan terdiri dari atas modal
(mal), usaha (berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan urusan perdagangan
tersebut), keuntungan;
3)
Sighat, yakni serah/ungkapan penyerahan modal dari pemilik modal
(ijab) dan terima/ungkapan menerima modal dan persetujuan mengelola modal dari
pemilik modal (qabul).
D.
Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum, mudharabah
terbagi menjadi dua jenis : mudharabah muthlaqah dan mudharabah
muqayyadah.[4]
1.
Mudharabah
Mutlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi Mudharabah Mutlaqah adalah
bentuk kerjasama antara shahibul maal (penyedia dana) dan mudharib (pengelola)
yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu, dan daerah bisnis. Dalam pemabahasan fiqih ulama salafus saleh
seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu)
dari shabibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat
besar.
2.
Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga
dengan istilah rettricted mudharabah/specified mudharabah adalahkebalikan dari mudharabah
muthlaqah. Si mudharibdibatasidenganbatasanjenisusaha, waktu, ataute,patusaha.
Adanyapembatasaniniseringkalimencerminkankecenderunganumumsishabibulmaaldalammemasukijenisduniausaha.
E.
Hikmah Mudharabah
Sebagian orang memiliki
harta, tetapi tidak berkemampuan untuk memproduktifitaskannya. Terkadang pula
ada orang yang tidak memiliki harta, tetapi ia mempunyai kemampuan
memproduktifitaskannya, oleh karena itu syariat membolehkan muamalah ini supaya
kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya.
Pemilik harta mendapatkan
manfaat dengan pengalaman mudharib (orang yang diberi modal), sedangkan
mudharib dapat memperoleh manfaat dengan harta (sebagai modal) dengan demikian
tercipta kerjasama antara pemilik modal dan mudharib. Allah tidak menetapkan
segala bentuk akad, melainkan demi terciptanya kemaslahatan dan terbendungnya
kesulitan.
Adapun hikmah
dari Mudharabah yang dikehendaki adalah mengangkat kehinaan,
kefakiran dan kemiskinan masyarakat juga mewujudkan rasa cinta kasih dan saling
menyayangi antar sesama manusia. Seorang yang berharta mau bergabung dengan
orang yang pandai memperdagangkan harta dari harta yang dipinjami oleh orang
kaya tersebut.
F.
Asas-asas Perjanjian Mudharabah
Asas-asas dalam
perjanjian Mudharabah adalah;
1.
Perjanjian Mudharabah dapat dibuat secara formal maupun informal,
secara tertulis maupun lisan. Namun, sesuai dengan ketentuan al-Qur’an Surat
al-Baqarah ayat 282-283 yang menekankan agar perjanjian-perjanjian dibuat
secara tertulis.
2.
Perjanjian Mudharabah dapat pula dilangsungkan diantara shahib
al-mal dan beberapa mudharib, dapat pula dilangsungkan diantara
beberapa shahib al-mal dan beberapa mudharib.
3.
Pada hakekatnya kewajiban utama shahib al-mal ialah menyerahkan modal
Mudharabah kepada mudharib. Bila hal itu tidak dilakukan, maka perjanjian
Mudharabah menjadi tidak sah.
4.
Shahib al-mal dan mudharib haruslah orang yang cakap
bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil.
5.
Shahib al-mal menyediakan dana, mudharib menyediakan
keahlian, waktu, pikiran, dan upaya.
6.
Mudharib berkewajiban mengembalikan pokok dana investasi kepada shahib
al-mal ditambah bagian dari keuntungan shahib al-mal.
7.
Syarat-syarat perjanjian Mudharabah wajib dipatuhi mudharib.
8.
Shahib al-mal berhak melakukan pengawasan atas pelaksanaan
perjanjian Mudharabah.
9.
Shahib al-mal harus menentukan bagian tertentu dari laba kepada
mudharib dengan nisbah (prosentase).
10.
Mudharabah berakhir karena telah tercapainya tujuan dari usaha
tersebut. Sebagaimana dimaksud dalam perjanjian Mudharabah atau pada
saat berakhirnya jangka waktu perjanjian Mudharabah atau karena
meninggalnya salah satu pihak, yaitu shahib al-mal atau mudharib, atau karena
salah satu pihak memberitahukan kepada pihak lainnya mengenai maksudnya untuk
mengakhiri perjanjian Mudharabah itu.
Apabilapengelola modal mengingkariketentuan-ketentuanmudharabah yang
telahdisepakatiduabelahpihak,
makatelahterjadikecatatandalammudharabah.Kecatatan yang terjadimenyebabkanpengelolaandanpenguasaanhartatersebutdianggapghasab.Ghasabadalah
min al-kabair.[5]
G.
Sebab-sebab Batalnya Mudharabah
Mudharabah
menjadi batal karena hal-hal berikut:
1.
Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila terdapat satu
syarat yang tidak dipenuhi, sedangkan mudharib sudah terlanjur menggunakan
modal Mudharabah untuk bisnis perdagangan, maka dalam keadaan seperti
ini mudharib berhak mendapatkan upah atas kerja yang dilakukannya, karena usaha
yang dilakukannya atas izin pemilik modal dan mudharib melakukan suatu
pekerjaan yang berhak untuk diberi upah.
Semua laba yang dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak
pemilik modal. Jika terjadi kerugian maka pemilik modal juga yang
menanggungnya. Karena mudharib dalam hal ini berkedudukan sebagai
buruh dan tidak dapat dibebani kerugian kecuali karena kecerobohannya.
2.
Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas
sebagaimana mestinya dalam memelihara modal, atau melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan tujuan akad. Jika seperti itu dan terjadi kerugian maka,
pengelola berkewajiban untuk menjamin modal karena penyebab dari kerugian
tersebut.
3.
Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka
Mudharabah akan menjadi batal.
Jika pemilik modal yang
wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan modal kepada ahli waris
pemilik modal serta keuntungan yang diperoleh diberikan kepada ahli warisnya
sebesar kadar prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola
usaha, pemilik modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya
dengan tetap membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah
yang sudah disepakati.
Jika Mudharabah
telah batal, sedangkan modal berbentuk ‘urudh (barang dagangan), maka
pemilik modal dan pengelola menjual atau membaginya, karena yang demikian itu
merupakan hak berdua. Dan jika si pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan
pemilik modal tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si
pengelola mempunyai hak di dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya
kecuali dengan menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy Syafi’i dan Hambali.
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak
di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal
kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini
menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal
dan keahlian dari pengelola.
Ayat Al-Qur’an yang
secara umum mengandung kebolehan akad Mudharabah untuk bekerjasama mencari
rezeki yang ditebarkan Allah di atas bumi:
“Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari Allah”. (QS. Al-Muzammil: 20).
“Dan yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari Allah”. (QS. Al-Muzammil: 20).
menurut jumhur ulama’
ada tiga rukun dari Mudharabah yaitu:
1.
Dua pihak yang berakad (pemilik modal/shahib al-mal dan pengelola
dana/pengusaha/mudharib)
2. Materi yang diperjanjikan
atau objek yang diakadkan
3. Sighat (ijab-qabul)
Mudharabah dibagi
menjadi tiga jenis yaitu:
1. Mudharabah
Mutlaqah
2.
Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah
menjadi batal karena hal-hal berikut:
1. Tidak terpenuhinya
syarat sahnya Mudharabah
2. Pengelola
atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya
dalam memelihara modal
3. Pengelola meninggal
dunia atau pemilik modalnya
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, sulaiman; Fiqh
Islam (hukum fiqh lengkap), cet 51, bandung; sinar baru algesindo, 2011.
Syafi’i, Muhammad Antonio; Bank syari’ahdariteorikepraktik, Jakarta;
Gemainsani, 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar