I
PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang sangat
komplek. Sehingga dalam memahaminya pun dibutuhkan cara yang tepat agar dapat
tercapai suatu pemahaman yang utuh tentang Islam. Di Indonesia sejak Islam
masuk pertama kali sampai saat ini telah timbul berbagai macam pemahaman yang
berbeda mengenai Islam. Sehingga dibutuhkanlah penguasaan tentang cara-cara
yang digunakan dalam memahami Islam.
kehadiran
agama islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Diyakini dapat menjamin terwujudnya
kehidupan manusia yang sejatera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat beberapa
petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan
ini secara bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Gambaran ajaran islam yang
demikian ideal itu pernah dibuktikan dalam sejarah dan manfaatnya dirasakan
oleh seluruh umat islam.
Dengan
penyajian yang demikian itu, makalah ini diharukan dapat membantu pembaca dalam
memahami ajaran islam. Dengan demikian mkalah ini menempati posisi sebagai
pengantar yang diharakan dapat menunjukan dengan jelas tentang bagaimana ajaran
islam itu seharusnya dipahami
Maka, dalam makalah ini penulis akan
mencoba membahas mengenai metodologi serta beberapa hal yang berkaitan untuk
memahami Islam di Indonesia.
II
PEMBAHASAN
METODOLOGI PEMAHAMAN ISLAM
Istilah dari metodologi berasal dari
bahasa yunani, yakni methodos dan logos. Methodos berarti cara, kiat, dan seluk
beluk yang berkaitan dengan upaya menyelesaikan sesuatu. Sementara logos
berarti ilmu pengetahuan, cakrawala, dan wawasan. Dengan demikian, metodologi
adalah pengetahuan tentang metode atau cara-cara yan berlaku dalam kajian atau
penelitian. Bagaimana cara kita
memperoleh pengetahuan yang benar? Untuk mendapatkan pengetahuan itu, kita harus
mengetahui metode yang tepat untuk memperolehnya.
Maka dapat diartikan bahwa metodologi
pemahaman islam adalah cara-cara yang
dikemukakan oleh seseorang atau kelompok dengan tidak keluar dari pedoman agama
Islam itu sendiri (Al-Qur’an dan hadits) supaya dapat magetahui bagaimana cara
memahami agama islam dengan benar.
Selain itu, metodologi adalah
pengetahuan tentang metode-metode. Jadi, metodologi penelitian adalah
pengetahuan tentang berbagai metode yang dipergunakan dalam penelitian. Louay
safi mendefinisikan metodologi sebagai bidang penelitian ilmiah yang
berhubungan dengan pembahasan tentang metode-metode yang digunakan untuk
mengkaji fenomena alam dan manusia, atau dengan redaksi yang lain, “metodologi
adalah bidang penelitian ilmiah yang membenarkan, mendeskripsikan, dan mejelaskan
aturan-aturan, prosedur-prosedur sebagai metode ilmiah. Penilaian ini mrncakup
penelitian lapangan (field research) maupun penelitian pustaka (library
research) bahkan bila ditelusuri lebih luas lagi, penelitian kulitatif dan
penelitian kuantitatif. Kaarena ada anggapan behwa sebagian sarjana kita bahwa
yang dianggap penelitian adalah penelitian lapangan (filed research). Cara
pandang pemikiran louaysafi mengikuti alur pemikiran Ismail Raja al-Faruqi,
seorang pemikir palestina yang menetap dan menjadi guru besar diamerika. Namun,
yang penting dariusulan Ismail Raja al-furuqi adalah pemikirannya dalam
menegakkan prinsip-prinsip metodologi islam. Al-furuqi mengidentifikasi lima
prinsip metodologi islam yang di ungkapkannya dengan istila “lima kesatuan”
yaitu kesatuan allah, makhluk, kebenaran, kehidupan, dan humanitas.
A.
KEGUNAAN METODOLOGI
Islam merupakan agama yang untuk
memahaminya secara utuh, harus dilihat dari berbagai dimensi. Di Indonesia yang
terdiri dari berbagai kebudayan dan berbagai kepentingan, Islam dipahami sesuai
dengan kepentingan masing-masing pihak. Sehingga terkesan bahwa pemahaman Islam
yang terjadi di masyarakat masih bercorak parsial, belum utuh dan belum pula
komprehensif. Dan sekalipun dijumpai adanya pemahaman Islam yang utuh dan
komprehensif, namun hal itu belum tersosialisasikan secara merata ke seluruh
masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan
metodologi yang di dalamnya dibahas mengenai berbagai macam metode yang bisa
digunakan dalam studi Islam. Agar studi Islam dapat tersusun secara sistematik
dan disampaikan menurut prinsip, pendekatan dan metode yang baik dan untuk
membuat Islam lebih responsive dan fungsional dalam memandu perjalanan umat
serta menjawab berbagai masalah yang dihadapi saat ini, diperlukan metode yang
dapat menghasilkan pemahaman Islam yang utuh dan komprehensif. Dalam hal ini,
Mukti Ali pernah mengatakan bahwa metodologi adalah masalah yang sangat penting
dalam pertumbuhan ilmu.
Ibarat akan pergi ke Jakarta dan
berangkat dari Yogyakarta, maka metodologi merupakan kajian atas cara-cara yang
bisa digunakan seperti naik sepeda motor, bus, kereta, ataupun pesawat terbang.
Bila dihubungkan dengan studi Islam, metodologi merupakan kajian tentang
metode-metode yang dapat digunakan untuk melaksanakan studi Islam.
Sejak kedatangan islam pada abad ke
13M hingga saat ini, fenomena pemahaman keislaman umat islam indonesia masih
ditandai oleh keadaan amat fariatif. Kondisi pehaman keislaman serupa ini
barang kali terjadi pula diberbagai negara lain nya kita tidak tahu persis
apakah kondisi demikian itu merupakan sesuatu yang alami yang harus ditrima
sebagai suatu kenyataan untuk diambil hikmah nya atau diperlukan adanya standar
umum yang perlu diterapkan diberlakukan kepada berbagai paham keagamaan yang
fariatif itu, sehingga walopun keadaan nya amat berfariasi tetapi tidak keluar
dari ajaran yang terkandung dalam Al-Quran dan Al-Sunah serta sejalan dengan
data data historis yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahan nya.
Kita misal nya melihat adanya
sejumlah orang yang pengetahuan nya tentang keislaman cukup luas dan medalam,
namun tidak terkoordinasi dan tidak terusun secara sistematik. Hal ini
disebabkan karena orang tersebut ketika menerima ajaran islam tidak sistematik
dan tidak terorganisasikan secara baik. Mereka biasa nya datang dari kalangan
ulama yang berlajar ilmu keislaman secara otodidak atau kepada berbagai guru
yang antara satu dan lain nya tidak pernah saling bertemu dan tidak pula berada
dalam suatu acuan yang sama semacam kurikulum . akbat dari keadaan demikian,
maka yang bersangkutan tidak dapat melihat hubungan yang terdapat dalam
berbagai pengetahuan islam yang dipelajari nya itu, dan karenanya mereka tidak
dapat ditugaskan mengajar di perguruan
tinggi misalnya, lantaran pengajaran keislaman diperguruan tinggi biasanya
menuntut keteraturan dan pengorganisasi sebagaimana diatur dalam kurikulum dan
silabus.
Selanjutnya kita melihat pula ada
orang yang penguasaannya terhadap salah satu bidang keilmuan cukup mendalam,
tetapi kurang memahami disiplin itu keislaman lainnya, bahkan pengetahuan yang
bukan merupakan keahliannya itu dianggap sebagai ilmu yang kelasnya berada di
bawah kelas ilmu yang dipelajarinya. Kita melihat ilmu fiqih misalnya pernah menjadi primadona
dan mendapatkan perhatian cukup besar. Akibat dari keadaan demikian, maka
segala masalah yang dinyatakan kepadanya selalu dilihat dari pridigma ilmu
fiqih. Ketika kepadanya ditanyakan tentang bagaimana cara mengatasi masalah
placuran misalnya, maka jawabannya,adalah dengan cara memusnahkan tempat-tempat
pelacuran tersebut, karena dianggap sebagai tempat maksiat. Padahal cara
tersebut tidak akan memecahkan masalah, kerena masalah pelacuran bukan sekedar
masalah keagamaan yang memerlukan ketetapan hukumnya melaikan juga masalah
ketenaga kerjaan, kesenjangan sosial, struktur sosial, sistem prekonomian, dan
sebagainya, yang dalam cara mengatasinya memerlukan keterlibatan orang lain.
Pada tahap berikutnya, pernah pula
yang menjadi primadona masyarakat adalah ilmu kalam (teologi), sehingga setiap
masalah yang dihadapinya selalu dilihat dari pradigma teologi. Lebih dari itu
teologi yang dipelajarinya pun hanya berpusat pada paham asy’ari dan maturidiah
(sunni), sedangkan paham lainnya dianggap sebagai sesat. Akibat dari keadaan
demikian, maka tidak terjadi dialog, keterbukaan, saling menghargai, dan
sebagainya.
Setelah itu muncul pula paham keislaman bercorak
tasawuf yang sudah mengambil bentuk tarikan yang terkesan kurang menampilkan
pola hidup yang seimbang antara urusan duniawi dan urusan ukhrawi. Dalam
tasawuf ini, kehidupan dunia terkesan diabaikan. Umat terlalu mementingkan
urusan akhirat, sedangkan urusan dunia menjadi terbengkalai. Akibatnya keadaan
umat menjadi mundur dalam bidang keduniaan, materi, dan fasilitas hidup
lainnya.
Dari beberapa contoh tentang
pemahaman keislaman diatas, kita dapat memperoleh kesan bahwa hingga saat inipemaham
islam yang terjadi dimasyarakat masih bercorak persial, belum utuh dan dan
belum pula komprehensif. Dan sekalipun kita menjumpai adanya pemahaman islam
yang sudah utuh dan komprehensif , namun semuanya itu belum tersosialisasikan
secara merata keseluruh masyarakat islam. Pemahaman islam demikian baru diserap
oleh sebagian sarjana yang secara kebetulan membaca karya-karya mereka dengan
sikap terbuka.
Pemahaman keislaman tersebuat jelas
tidak membuat yang bersangkutan keluar dari islam yang belum tersusun secara
sistematik dan belum disampaikan menurut prinsip, pendekatan dan metode yang
direncanakan dengan baik. Namun, untuk kepentingan akademis dan untuk membuat
islam lebih responsif dan fungsional dalam memandu perjalanan umat serta
menjawab berbagai masalah yang dihadapi saat ini, diperlukan metode yang dapat
menghasilkan pemahaman islam yang uth dan komprehensif. Dalam hubungan ini
Mukti Ali pernah mengatakan bahwa metodologi adalah masalah yang sangat penting
dalam sejarah pertumbuhan ilmu.
Kita mengetahui bahwa pada abad
pertengahan, Eropa menghabiskan waktu seribu tahun dalam keadaan stagnasi dan
masa bodoh. Tetapi stagnasi dan masa bodoh itu lalu menjadi kebangkitan
revolusioner yang multifaset dalam bidang sains, seni, sastra, dan semua wilayah
hidup dan kehidupan manusia dan sosial. Revolusi yang mendadak dan energi yang
mendadak dalam pemikiran manusia itu menghasilkan peradaban dan kebudayaan
dewasa ini. Kita harus bertanya kepada diri kita mengapa orang mandeg sampai
seribu tahun, dan apa yang terjadi pada dirinya yang menyebabkan perubahan yang
mendadak, ia bangkit dan bangun, sehingga dalam waktu 300 tahun Eropa menemukan
kebenaran kebenaran yang tidak mereka peroleh dalam seluruh waktu seribu tahun.
Mengapa keadaan demikian terjadi, dicarikan jawabannya oleh ahli.
Ali Syari’ Ati (1933-1977), seorang
sarjana Iran meninggal di rantau yaitu di Inggris menyatakan bahwa faktor utama
yang menyebabkan pemandegan dan stagnasi dalam pemikiran, peradaban, dan
kebudayaan yang berlangsung hingga seribu tahun di Eropa pada abad pertengahan
adalah metode pemikiran analogi dari Aristotelles. Dikala cara melihat masalah
objek itu berubah, maka sains, masyarakat, dan dunia juga berubah, dan sebagai
akibatnya kehidupan manusia juga berubah. Dengan demikian kita dapat mengetahui
dan memahami tentang pentingnya metodologi sebagai faktor fudamental dalam
renaisans.
Oleh karena itu, metode memiliki
peranan sangat penting dalam kemajuan dan kemunduran. Demikian pentingnya
metodologi ini, mukhti ali mengatakan bahwa yang menentukan dan membawa
stagnasi dan masa kebodohan atau kmajuan bukan lah kerana ada atau tidak adanya
orang-orang jenius, melainkan kerana metode penelitian dan cara melihat
sesuatu. Untuk ini kita dapat mengambil contoh yang terjadi pada abad ke emat
belas , lima belas dan enam belas masehi. Aristoteles (384-322M) sudah barang
tentu jauh lebih jenius dari francis bacon (1561-1626); dan plato ((366-347 M)
adalah lebih jenius dari roger bacon (1214-1294).
B.
STUDI ISLAM
Dikalangan para ahli masih terdapat
perdebatan di sekitar permasalahn apakah studi islam (agama) dapat dimasukkan
kedalam bidang ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Pemahaman disekitar
permasalahan ini banyak dikemukakan oleh para pemikir islam diblakangan ini.
Amin abdullah, misalnya mengatakan jika
penyelanggaraan dan penyampaian islamic studies atau Dirasah islamiyah hanya
mendengarkan dakwah keaagamaan didalam kelas, lalu apa bedanya dengan kegiatan
pengajian dan dakwah yang sudah ramai diselenggarakan diluar bangku kuliah?menurut
amin abdullah, pangkal tolak kesulitan pengembangan scopy wilayah kajian
islamic studies atau dirasah islamiyah berakar pada kesukaran seorang agamawan
untuk membedakan antara yang normativitas dan historisitas. Pada dataran normativitas kelihatan islam
kurang pas untuk dikatakan sebagai disiplin ilmu, sedangkan untuk dataran
historisitas tampaknya tidaklah salah.
Perbedaan dalam melihat Islam yang demikian itu dapat
menimbulkan perbedaan dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat
dari sudut normatif, Islam merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan
dengan urusan akidah dan muamalah sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut
historis atau sebagaimana yang tampak dalam Islam tampil sebagai sebuah
disiplin ilmu (Islamic Studies).
Adapun
metode studi Islam secara lebih rinci dapat dijabarkan sebagai berikut :
- Metode Diakronis
Suatu metode
mempelajari Islam yang menonjolkan aspek sejarah. Metode ini memberi
kemungkinan adanya studi komparasi tentang berbagai penemuan dan pengembangan
ilmu pengetahuan dalam Islam.
Metode ini
juga menghendaki adanya pengetahuan ,pemahaman dan penguraian ajaran – ajaran
Islam dari sumber dasarnya, yakni Al-qur`an dan As-Sunnah serta latar belakang
masyarakat, sejarah, budaya disamping sirah Nabi SAW dengan segala akal dan
pikirannya.
- Metode Sinkronik – Analitis
Suatu metode
mempelajari Islam yang memberikan kemampuan analisis teoritis yang sangat
berguna bagi perkembangan keimanan dan mental intelek umat Islam. Metode ini
semata – mata mengutamakan segi aplikatif praktis, tetapi juga mengutamakan
telaah teoritik.
Metode
diakronis dan metode sinkronik – analitik menggunakan asumsi dasar sebagai
berikut :
- Islam adalah agama wahyu Ilahi yang berlainan dengan kebudayaan sebagai hasil daya cipta dan rasa manusia (Q.S. Al-Najm : 3-4).
- Islam adalah agama yang sempurna dan di atas segala – galanya (Q.S. Al-Maidah :3).
- Isla merupakan supra sistem yang mempunyai beberapa sistem dan sub sistem serta komponen dengan bagian – bagiannya dan secara keseluruhan merupakan struktur yang unik (Q.S. Fushilat :37).
- Wajib bagi umat Islam untuk mengajak pad yang ma`ruf dan nahi munkar (Q.S. Ali Imran :104).
- Wajib bagi umat Islam untuk mengajak orang lain kejalan Allah SWT (Q.S. An- Nahl : 125)
- Wajib bagi umat Islam untuk menyampaikan risalah Islam menurut kemampuannya .
- Wajib bagi sebagian umat Islam untuk memperdalam ajaran agama Islam (Q.S. Al-Taubah : 122).
- Metode Problem solving (hallu al-musykilat)
Metode
mempelajari Islam yang mengajak pemeluknya untuk berlatih menghadapi berbagai
masalah dari suatu cabang ilmu pengetahuan dengan solusinya.
- Metode Emperis (Tajribiyah)
Suatu metode
mempelajari Islam yang memungkinkan Umat Islam mempelajari ajarannya melalui
proses aktualisasi dan internalisasi norma – norma dan kaidah Islam dengan
suatu proses aplikasi yang menimbulkan suatu interaksi sosial, kemudian secara
deskriptif proses interaksi dapat dirumuskan dalam suatu sistem norma baru.
Metode
problem solving dan metode empiris menggunakan asumsi dasar sebagai berikut :
- Norma (ketentuan ) kebajikan dan kemungkaran selalu ada dan diterangkan dalam Islam (Q.S. Ali Imran : 104)
- Ajaran Islam merupakan jalan untuk menuju ridla Allah SWT (Q.S. Al-Fath : 29).
- Ajaran Islam merupakan risalah atau pedoman hidup di dunia dan akhirat (Q.S. Al-Syura : 13).
- Ajaran Islam sebagai sumber ilmu pengetahuan (Q.S. Al-Baqarah :120 dan Al-Taubah :122)
- Metode Deduktif ( Al-Manhaj Al Istinbathiyah )
Suatu metode
mamahami Islam dengan cara menyusun kaidah – kaidah secara logis dan filosofis
dan selanjutnya kaidah tersebut diaplikasikan untuk menentukan masalah –
masalah yang dihadapi.Metode ini dipakai untuk sarana meng-istimbatkan hukum
syara` dan kaidah itu bener – bener bersifat penentu dalam masalah furu’ tanpa
menghiraukan sesuai tidaknya dengan madzhabnya. Metode ini dikenal dengan
metode mutakallimin atau metode syafi`iyah.
- Metode Induktif (al – Manhaj al-Istiqraiyah)
Suatu metode
memahami Islam dengan cara menyusun kaidah – kaidah hukum untuk diterapkan
kepada masalah – masalah furu` yang disesuaikan dengan madzhabnya terlebih
dahulu.
Metode
pengkajiannya dimulai dari masalah – masalah khusus , lalu dianalisis, kemudian
disusun kaidah hukum dengan catatan setelah terlebih dahulu disesuaikan dengan
madzhabnya.
C.
METODE MEMAHAMI ISLAM
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan
pendapat tentang metode atau cara memahami Islam, diantaranya:
1.
Menurut Nasruddin Razak
Upaya memahami islam secara baik, benar dan
kompherensif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Islam harus dipelajari dari sumbernya yang asli yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah
Rasulullah saw. Kekeliruan memahami Islam, karena orang hanya mengenalnya dari
sebagian ulama yang telah jauh dari bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau
melalui pengenalan dari sumber kitab-kitab fikih dan tasawuf yang semangatnya
sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
b.
Islam harus dipelajari secara integral, tidak parsial. Artinya dipelajari
secara menyeluruh sebagai satu kesatuan, tidak hanya sebagian saja. Memahami Islam
secara parsial akan membahayakan, menimbulkan sikap skeptis, bimbang, dan penuh
keraguan.
c.
Islam perlu dipelajari dari kepustakaan atau buku-buku yang ditulis oleh para
ulama besar, cendikiawan muslim, sarjana-sarjana Islam, karena pada umumnya
mereka memiliki pemahaman yang baik, yaitu pemahaman yang lahir dari perpaduan
ilmu yang dalam terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah saw. dengan
pengalaman dari praktik ibadah yang dilakukannya setiap hari.
d.
Islam hendaknya dipelajari dari ketentuan-ketentuan normatif teologis yang ada
dalam Al-Qur’an, baru kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris
dan sosiologis yang ada di masyarakat.
e.
Islam dipelajari dan dihubungkan dengan berbagai persoalan yang dihadapi
msnusia dalam masyarakat dan dilihat relasi serta relevansinya dengan
persoalan-persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya, sains sepanjang sejarah
manusia terutama sejarah umat Islam.
f.
Islam dipelajari dengan bantuan ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang sampai
sekarang, seperti ilmu-ilmu alamiah, ilmu-ilmu sosial, serta ilmu-ilmu
kemanusiaan.
g.
Islam dipelajari dengan metode yang sesuai dengan agama dan ajaran Islam.
2. Menurut Ali Syari’ati
Ali Syari’ati lebih lanjut
menyatakan, ada berbagai cara dalam memahami Islam melalui metode perbandingan,
yaitu :
1.
Mengenal Allah dan membandingkan-Nya dengan sesembahan agama-agama lain.
2.
Mempelajari kitab Alquran dan membandingkannya dengan kitab-kitab ajaran agama
lainnya
3.
Mempelajari kepribadian Rasulullah dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh
besar pembaruan yang pernah hidup dalam sejarah.
4.
Mempelajari tokoh-tokoh Islam terkemuka dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh
utama agama maupun aliran-aliran lain.
3.
Menurut Mukti Ali,
terdapat metode lain dalam memahami Islam
yaitu metode tipologi. Metode ini oleh banyak ahli sosiologi dianggap objektif,
berisi klasifikasi topik dan tema yang mempunyai tipe yang sama. Terdapat lima
aspek atau ciri dari agama Islam, yaitu
1)
aspek ketuhanan,
2)
aspek kenabian,
3)
aspek kitab suci,
4)
aspek keadaan sewaktu munculnya nabi dan orang-orang yang didakwahinya serta
individu-individu terpilih yang dihasilkan oleh agama itu.
4.
Menurut Ali Anwar Yusuf
dalam bukunya Studi Agama Islam, terdapat tiga
metode dalam memahami agama Islam , yaitu:
1. Metode Filosofis
Filsafat adalah suatu cabang ilmu
pengetahuan yang membahas segala sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh
pengetahuan sedalam-dalamnya sejauh jangkauan kemampuan akal manusia, kemudian
berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan
meneliti akar permasalahannya. Memahami Islam melalui pendekatan filosofis ini,
seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik,
yakni mengamalkan agama dengan tidak memiliki makna apa-apa atau kosong tanpa
arti. Namun bukan pula menafikan atau menyepelekan bentuk ibadah formal, tetapi
ketika dia melaksanakan ibadah formal disertai dengan penjiwaan dan penghayatan
terhadap maksud dan tujuan melaksanakan ibadah tersebut.
2. Metode Historis
Metode historis ini sangat
diperlukan untuk memahami Islam, karena Islam itu sendiri turun dalam situasi
yang konkret bahkan sangat berhubungan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Melalui
metode sejarah, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya dan
hubungannya dengan terjadinya suatu peristiwa.
3. Metode Teologi
Metode teologi dalam memahami Islam
dapat diartikan sebagai upaya memahami Islam dengan menggunakan kerangka ilmu
ketuhanan yang bertolak dari satu keyakinan. Bentuk metode ini selanjutnya
berkaitan dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang
Islam dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Allah yang di dalamnya belum
terdapat penalaran pemikiran manusia. Dari beberapa metode diatas kita melihat
bahwa metode yang dapat digunakan untuk memahami Islam secara garis besar
adalah dengan metode Komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan
membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam tersebut dengan agama
lainnya, dengan demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang obyektif dan
utuh.
Metode ilmiah digunakan untuk
memahami Islam yang terkandung dalam kitab suci. Melalui metode teologis
normatif ini seseorang memulai dari meyakini Islam sebagai agama yang mutlak
benar. Hal ini didasarkan pada alasan, karena agama bersal dari Tuhan, dan apa
yang berasal dari Tuhan Mutlak benar, maka agamapun mutlak benar. Setelah itu
dilanjutkan dengan melihat agama sebagai norma ajaran yang berkaitan dengan
aspek kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal. Melalui
metode teologi normatif yang tergolong tua usianya ini dapat dihasilkan
keyakinan dan kecintaan yang kuat, kokoh dan militan pada Islam, sedangkan
metode ilmiah yang dinilai sebagai tergolong muda usianya ini dapat dihasilkan
kemampuan menerapkan Islam yang diyakini dan dicintainya itu dalam kenyataan
hidup serta memberi jawaban terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi
manusia.
III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas penulis
dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
metodologi pemahaman islam adalah
cara-cara yang dikemukakan oleh seseorang atau kelompok dengan tidak
keluar dari pedoman agama Islam itu sendiri (Al-Qur’an dan hadits) supaya dapat
magetahui bagaimana cara memahami agama islam dengan benar.
2.
Metodologi dalam hal pemahaman Islam digunakan untuk mengetahui metode-metode
yang tepat agar dapat diperoleh hasil yang utuh dan objektif dalam pemahaman
Islam
3. Metode pemahaman islam
terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1.
Kegunaan metodologi
Islam merupakan agama yang untuk
memahaminya secara utuh, harus dilihat dari berbagai dimensi. Di Indonesia yang
terdiri dari berbagai kebudayan dan berbagai kepentingan, Islam dipahami sesuai
dengan kepentingan masing-masing pihak. Sehingga terkesan bahwa pemahaman Islam
yang terjadi di masyarakat masih bercorak parsial, belum utuh dan belum pula
komprehensif. Dan sekalipun dijumpai adanya pemahaman Islam yang utuh dan
komprehensif, namun hal itu belum tersosialisasikan secara merata ke seluruh
masyarakat.
2.
Studi islam
Dikalangan para ahli masih terdapat
perdebatan di sekitar permasalahn apakah studi islam (agama) dapat dimasukkan
kedalam bidang ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Pemahaman disekitar
permasalahan ini banyak dikemukakan oleh para pemikir islam diblakangan
ini.misalnya : Amin abdullah
3.
Metode memahami islam
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan
pendapat tentang metode atau cara memahami Islam, diantaranya:
1.
Menurut Nasruddin Razak
2.
Menurut Ali Syari’ati
3.
Menurut Mukti Ali,
4.
menurut Ali Anwar Yusuf
Dalam memahami Islam dapat digunakan
beberapa metode, di antaranya metode filosofis, historis, dan teologis.